Pengelolaan
Kelas dan Lingkungan yang Memanfaatkan Nilai Estetika Merupakan Langkah Inovatif
untuk Menggairahkan Nafsu Belajar Siswa dan Menghapus Langkah Konvensional
Oleh :
Mohamad Juri,S.Pd, MMPd
Guru Sekolah Dasar SDN Omben 2
Sampang, Madura
Sering kita temukan di
lapangan bahwa kondisi persekolahan kita, khususnya Sekolah Dasar, dikelola apa
adanya dan ala kadarnya. Terutama hal yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan lingkungan sekolah dan keadaan ruangan kelas. Seperti terlihat pada
kondisi ruang kelas yang ditata monoton dan konvensional, dengan tampilan apa
adanya seperti tampak pada pengecatan dinding sekolah atau pun ruangan kelas
yang kebanyakan dicat dengan warna putih polos, kuning polos, dan warna–warna
lain yang serba polos. Ini sudah lumayan bagus, artinya kondisi kelas yang
demikian sudah terlihat bersih.
Gambar–gambar yang
dapat menciptakan nuansa keindahan dan nuansa lain dari suatu kegiatan dan
kebiasaan yang bersifat konvensional jarang kita temukan. Memang kita sadari
bahwa eksistensi persekolahan di negara kita tercinta ini cukup bervariasi,
mulai dari yang tidak layak pakai mungkin karena dinding mau roboh, genteng
yang mau berjatuhan, plafon banyak yang jebol, dan siap untuk berjatuhan dan
berbagai kondisi lain yang sangat memprihatinkan. Pada kondisi yang semacam ini
penulis tidak bisa banyak berkomentar, hanya harapan penulis kondisi yang
sedemikian parah semacam ini segera dibenahi dan ditangani. Karena bagaimana
bisa kita menciptakan suatu lingkungan yang indah kalau kondisinya saja sangat
memprihatinkan. Namun tidak berarti bahwa komunitas yang ada pada sekolah yang
ada pada kondisi yang demikian menjadikan guru dan warga sekolahnya menjadi
kehilangan kreatifitas untuk menciptakan hal–hal yang inovatif demi terciptanya
lingkungan belajar yang indah, asri dan elok dipandang mata sehingga pada
akhirnya tercipta suasana yang menyenangkan.
Pendapat penulis
melalui artikel ini mengacu pada adanya suatu inovasi, yaitu bagaimana
mengoptimalkan kondisi kelas (classical conditioning) dan penciptaan
lingkungan sekolah agar dapat dipakai dan dimanfaatkan, dan dioptimalkan
sehingga merupakan bagian yang tidak terpisahkan atau merupakan bagian yang
integral dengan kegiatan pembelajaran. Artinya ruangan kelas jangan hanya
menjadi dinding pembatas yang membatasi siswa di ruang kelas pada satu sisi,
dengan lingkungan di luar kelas pada sisi lain. Demikian pula dengan lingkungan
sekitar sekolah, terutama dinding–dinding sekolah jangan hanya menjadi benda
mati yang menjadi dinding pemisah antara lokal yang satu dengan lokal yang
lain, atau menjadi pembatas antara lingkungan sekolah sendiri dengan lingkungan
luar sekolah.
Langkah inovatif yang
dapat dilakukan dan telah penulis lakukan adalah bagaimana eksistensi
dinding–dinding kelas yang pada dasarnya benda mati tersebut menjadi bermakna
dan berbicara terhadap siswa pada khususnya dan bagi seluruh warga sekolah pada
umumnya. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana menciptakan
dinding–dinding sekolah dan ruang–ruang kelas yang mati ini menjadi lebih
hidup, menjadi bermakna, dan pada akhirnya dapat menggairahkan nafsu belajar
siswa? Jawaban dari pertanyaan ini merupakan ide pokok artikel ini sendiri.
Jawaban dari
pertanyaan di atas tidak lain adalah diperlukan suatu langkah kreatifitas dari
seorang guru, dan hal ini tentunya merupakan suatu langkah inovatif yang pada
kenyataannya akan berbeda dengan kondisi realita dan mayoritas yang ada di
lapangan saat ini. Pada kebanyakan orang dan pada kebanyakan guru bisa saja hal
ini dianggap kegiatan yang mengada–ada. Namun justru di sinilah letak nilai
inovatif itu sendiri muncul, sebab kegiatan yang bersiafat inovatif akan
dirasakan hal yang asing oleh orang lain, sebab hal semacam itu sebelumnya
jarang atau bahkan mungkin belum ada.
Pertanyaan yang
mungkin timbul yaitu bagaimana, dan kreatifitas semacam apa yang dapat
membedakan kondisi ruang kelas dan kondisi lingkungan sekolah konvensional
dengan kondisi ruang kelas dan lingungan sekolah yang disentuh dengan nuansa
kreatifitas sehingga memiliki nuansa estetis dan bermakna bagi siswa?
Kegiatan yang telah
penulis lakukan dan hal ini merupakan suatu keniscayaan untuk dilakukan juga
oleh teman–teman guru di lapangan, yaitu dengan memberikan sentuhan–sentuhan
seni pada dinding–dinding ruang kelas, gedung, dan pagar sekolah. Sentuhan seni
itu berupa penuangan warna-warna ceria, serasi dan kolaborasi beberapa warna
pada dinding kelas atau pun dinding sekolah. Tidak hanya sampai di sini di
samping pemaduan beberapa warna ceria yang relevan dengan dunia anak, kita juga
harus mengisi ruang–ruang yang kosong dari dinding tersebut, dengan lukisan
yang sengaja dibuat oleh guru, bersifat monumental dan bernilai estetis. Di
samping itu dapat dipadukan gambar-gambar yang bervariasi dan relevan dengan
pembelajaran. Relevan dengan pembelajaran maksudnya gambar yang dituangkan
merupakan upaya untuk mendekatkan anak dengan materi pelajaran yang dipelajari
pada kelas tertentu, misalnya pada pelajaran IPA, ada meteri-materi tertentu
yang bisa berupa sajian gambar yang menarik siswa bila dituankan pada dinding
sekolah, seperti : gambar gerhana, solar sistem, simbiosis, pertumbuhan
tumbuhan, cara–cara perkembangbiakan, dan lain–lain.
Demikian juga seperti
materi pelajaran IPS seperti gambar tipe –tipe hewan: Asiatis , Peralihan,
Australis, dan gambar bendera dan lambang ASEAN, merupakan gambar yang sangat
menarik bagi siswa. Apabila materi semacam ini disajikan berupa lukisan atau
gambar yang menarik pada dinding sekolah, materi tersebut pada akhirnya bukan
merupakan hal yang asing bagi siswa. Sebab setiap hari dan setiap saat siswa
dapat mengamati dan melihatnya. Hal itulah yang dimaksudkan oleh penulis bahwa
supaya dinding sekolah dan ruang kelas menjadi suatu yang integral dengan
kegiatan pembelajaran bernuansa estetis dan menyenangkan. Lukisan yang tertuang
harus menciptakan nuansa dan nilai keindahan artinya bila kita memandang
lukisan itu dapat tercipta suasana batin yang damai, menyejukkan kalbu. Kondisi
semacan ini akan memiliki dampak psikologis yang sangat dalam bagi penikmat
lukisan tersebut khususnya siswa, yaitu dapat memberikan nuansa rekreatif yang dapat
menciptakan suasana relaksasi bagi otot–otot syaraf yang tegang stress dan
semacamnya. Hanya saja hal yang harus diperhatikan yaitu tata letak dan
penempatan dari lukisan itu sendiri. Lukisan hendaknya ditata sedemikian rupa
sehingga eksistensinya tidak memecahkan konsentrasi siswa pada saat menerima
pembelajaran.
Hal semacam ini memang
berbeda dan dapat menghapus cara–cara lama dalam memanfaatkan ruangan kelas
pada khususnya dan lingkungan sekitar agar lebih bermakna dan menyenangkan bagi
siswa untuk tetap berada di dalamnya. Sehingga dengan kondisi kelas yang
semacam ini siswa dan guru atau siapa saja yang masuk ke kelas ini beranggapan
dan merasa bahwa kelasku adalah istanaku, atau dia beranggapan bahwa sekolahku
adalah sorgaku.
Penciptaan ruang kelas
dan lingkungan sekolah yang sedemikian rupa memang memerlukan kerja ekstra,
sebab tidak semua guru dapat melukis. Apabila hal itu terjadi tentu perlu
mengundang orang yang pandai melukis. Upaya–upaya seperti yang telah dipaparkan
oleh penulis tidak lain adalah suatu kiat agar siswa tidak bosan di sekolah,
siswa lebih bergairah dalam pembelajaran yang pada akhirnya tentunya
tercapainya prestasi siswa yang optimal sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
Kiat–kiat di atas
telah dilakukan oleh penulis dan merupakan upaya untuk berbagi pengalaman
terhadap sesama rekan guru Sekolah Dasar di Jawa Timur sehingga penyelenggaraan
pendidikan di jawa Timur tidak terpaku pada hal–hal yang monoton dan
konvensional. Alhamdulillah kiat–kiat dari penulis ini menjadikan tampilan
sekolah lebih indah dan bernilai estetis, animo masyarakat untuk menyekolahkan
putera-puterinya ke sekolah kami cukup banyak, dan untuk prestasi siswa
khususnya IPA lumayan bagus (ada peningkatan yang cukup signifikan).
0 Response to "- Menggairahkan Nafsu Belajar Siswa dengan Penciptaan Lingkungan Belajar Bernilai Estetis"
Posting Komentar